Sampit sebagai kabupaten kotawaringin timur merupakan salah satu kota terpenting di provinsi Kalimantan Tengah,disamping karena secara ekonomis merupakan daerah kabupaten yang relatif maju juga karena terletak pada posisi strategis.Dilihat dari peta regional Kalimantan Tengah, kota Sampit sebelumnya terletak ditengah-tengah dan ini menyebabkan posisinya sangat strategis.Misalnya warga dari buntok mau ke pulau jawa, maka akan lebih dekat jika melewati kota Sampit dari pada harus ke kota Banjarmasin.Begitupun kalau dari Palangkaraya, Kasongan maupun Kuala Pembuang.Jadi,posisis tersebut akan meningkatkan keunggulan komparatif pelabuhan laut sampit yang dimiliki daerah ini,terutama akan menarik perekonimian dari kabupaten yang ada disekitar wilayah kota waringin timur.pelabuhan di Sampit dibangun pada tanggal 1 Mei 1859 oleh pemerintah hindia belanda.
Kota sampit terletak dipinggiran sungai mentaya yang bahasa dayaknya Ot Danum, Sungai mentaya itu disebut batang danum kupang bulan.sungai mentaya ini merupakan sungai utama yang dapat dilayari kapal-kapal besar seperti bukit raya, dharma kencana, dan lain-lain.Walaupun hanya 67% yang dapat dilayari.hal ini disebabkan karena morfologi sungai sangat sulit.endapan dan alur sungai yang tidak terpelihara,endapan gosong,serta potongan-potongan kayu.
Hingga kini yang masih banyak dipertanyakan orang adalah asal kota sampit itu sendiri.versi pertama menyatakan bahwa orang pertama yang membuka daerah kawasan sampit adalah orang yang bernama sampit yang berasal dari bati-bati,kalimantan selatan sekitar awal tahun 1700-an.Sebagai bukti sejarah, makam "datu" sampit sendiri dapat ditemui di sekita basirih."Datu" sampit mempunyai dua orang anak yaitu Alm."datu" djungkir dan "datu" usup lamak.Makam keramat "datu" djungkir dapat ditemui di daerah pinggir sungai mentaya di Baamang Tengah, Sampit dengan nisan bertuliskan Djungkir bin Sampit. Sedangkan makam “Datu” Usup Lamak berada di Basirih
Menurut sumber lainnya, kata Sampit berasal dari bahasa Tionghoa yang berarti “31” (sam=3, it=1). Disebut 31, karena pada masa itu yang datang ke daerah ini adalah rombongan 31 orang Tionghoa yang kemudian melakukan kontak dagang serta membuka usaha perkebunan (Masdipura; 2003). Hasil usaha-usaha perdagangan perkebunan ketika itu adalah rotan, karet, dan gambir. Salah satu areal perkebunan karet yang cukup besar saat itu yakni areal di belakang Golden dan Kodim saat ini.
Pada 1795-1802 terjadi peperangan sengit antara Belanda melawan Inggris. Hal ini mengakibatkan terjadi pemindahan pemukiman warga Sampit ke pedalaman, tepatnya ke Kota Besi. Pemindahan itu tak terlepas dari adanya gangguan para bajak laut terhadap desa-desa di muara Sungai Mentaya. Pada 1836, eskader Belanda akhirnya dapat menghancurkan gerombolan bajak laut pimpinan Koewardt yang berkekuatan 25 perahu di sekitar Teluk Kumai dan Tanjung Puting. Tokoh bajak laut Koewardt akhirnya tewas dan dikuburkan di sekitar Ujung Pandaran. Hingga kini, Kuburannya itu dianggap keramat oleh masyarakat setempat.
Versi lain, menurut legenda rakyat setempat yang masih hidup kini, bahwa Sampit pada masa itu berbentuk sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sungai Sampit dan diperintah oleh Raja Bungsu. Sang baginda memiliki dua putra masing-masing Lumuh Sampit (laki-laki) dan Lumuh Langgana (perempuan). Diceritakan, kerajaan Sungai Sampit akhirnya musnah akibat perebutan kekuasaan antara saudara kandung tersebut.Lokasi kerajaan Sungai Sampit ini diperkirakan sekitar perusahaan PT Indo Belambit sekarang (Desa Bagendang Hilir). Beberapa tahun lampau, tiang bendera kapal bekas kerajaan yang terbuat dari kayu ulin besar masih ada dan terkubur lumpur di bawah dermaga PT Indo Belambit tersebut. Bukti-bukti lain yang menguatkan dugaan ini,bahwa di lokasi tersebut pernah pula ditemukan pecahan keramik takala dilakukan penggalian alur parit. Bukti ini kian menguatkan dugaan bahwa di lokasi ini pernah ada Kerajaan Sungai Sampit yang pada masa itu sudah mengadakan kontak dagang dengan bangsa-bangsa luar seperti dari Tiongkok, India bahkan Portugis.Diperkirakan, Kerajaan sungai Sampit berdiri pada masa kekuasaan dinasti ming di tiongkok (abad ke-13).Hal ini dapat dicermati dari ramainya lalu lintas perdagangan dari Tiongkok yang demikian maju sampai kemudian runtuhnya Dinasti Ming dan merek banyak yang lari kearah selatan (Kalimantan). Diceritakan pula, bahwa putri junjung buih, istri dari Pangeran Suryanata, pernah pula berkunjung ke kerajaan sungai Sampit. Seperti diketahui, Pangeran Suryanata (berkuasa antara 1400-1435) adalah seorang pangeran dari kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Wirakarrama Wardhana sekitar 1389-1435.