Thursday, 3 July 2014

"Ikan Jelawat" Sebagai Icon Kota Sampit

Perayaan hari ulang tahun kota sampit yang ke-61 lalu sempat diramaikan dengan pemecahan rekor MURI memakan buah nanas terbanyak. Tercatat sudah lima rekor Muri yang diraih kabupaten kotawaringin Timur tersebut. Dan bupati sampit supian hadi akan merencanakan rekor muri kembali pada tahun depan yang akan datang. Dari beberapa pilihan yang sudah beliau rencanakan ikan jelwatan menjadi pilihan bupati sampit tahun depan dalam memecahkan rekort Muri kembali.




Namun bupati sampit masih berfikir bagaimana menjadikan ikan jelawat sebagai daya tarik wisatawan untuk datang ke kabupaten kotawarimgin Timur tersebut. Sebagai pioner beliau juga akan menjadikan ikan jelawat sebagai ikon kota sampit yang dulu pernah hilang beberapa puluh tahun yang lalu. Dengan mengambalikan lambang kebanggan masyarakat yaitu ikan jelawat.

Kabupaten kotawaringin memang dikenal kaya akan hasil alamnya. Dan pemerintah kabupaten juga sedang membudidayakan ikan jelawat yang akan menjadi salah satu sasaran untuk menaikkan sektor perikananan dan upaya melestarikan kekayaan alam kabupaten kotawaringin tersebut.

Dalam kegiatan Semi lokal makanan khas Sampit yang diselenggrakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kotim bupati sampit sangat mendukung kegiatan yang bermanfaat tersebut sebagai upaya melestarikan budaya dearah dan mencipkatakan makanan khas daerah yang artinya bisa dipatenkan hak milik kotim. Selain itu pemerintah kabupaten juga berupaya menjaga spesies alamnya meningkatkan budidaya ikan jelawat agar tetap terjaga kelestariannya yang sempat menajdi icon kebnaggan kotim tahun 70-80an.

Dengan adanya makanan khas yang dipatenkan diharapkan bupati sampit agar dapat menjadi aset wisata yang bisa dijual kepada wisatawan yang berkunjung ke kotim. Tentunya akan berdampak bagi Usaha kecil menengah dalan meningkatrkan perekonomian masyarakat. Kotawarinbgin Timur untuk semakin menajadi lebih baik lagi kedepannya.

!!!...Semoga Bermanfaat...!!!

Wednesday, 2 July 2014

Info Penting Sampit

Kantor Bupati Kabupaten Kotawaringin Tmur, Jl. Jend. Sudirman Km.0 Sampit

DPRD kab.Kotim, Jl. Jend. Sudirman No.3 Sampit

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Jl. Jend Sudirman Km.4 Sampit

Badan Pertanahan Nasional (BPN), Jl. Jend Sudirman Km.5,5 Telp. (0531) 21396 Sampit

Bappeda, Jl. Jend Sudirman Km.5,5 Telp.(0531)21254 Sampit

Dinas Perhubungan, Jl. Jend Sudirman Km.6 Sampit

Dinas Pertambangan dan Energi, Jl. Jend Sudirman Km.6 Telp. (0531)24032 Sampit

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jl. Jend Sudirman Km.6 Telp.(0531) 24502 Sampit

Dinas Kesehatan, Jl. Jend. Sudirman Km. 6 Sampit

Dinas Kehutanan, Jl. Jend Sudirman Km. 6,5 Sampit

Kantor Inspektorat, Jl. Jend Sudirman Km. 6

Dinas Perikanan dan Kelautan, Jl. Jend Sudirman Km.6,5 Telp.(0531)21640 Sampit

Dinas Pertanian dan Peternakan, Jl. Jend Sudirman Km.6,5 Sampit

Dinas Sosial, Jl. Jend Sudirman Km.6,5 Telp. (0531) 21377 Sampit

Dinas Perkebunan, Jl. Jend Sudirman Km.6,5 Telp. (0531)30809 Sampit

Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Jl. Jend Sudirman Km.6,7 Telp.(0531)21127, 21188 Sampit

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Jl. Jend Sudirman Km.7 Sampit

Dinas Pekerjaan Umum, Jl. HM. Arsyad Km.3 Telp.(0531)21539, 22253, 22070, 22744 Sampit

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, Jl. Kapten Mulyono No.1 Telp.(0531)32318 Sampit

PDAM, Jl. Cristopel D Mihing No.05 Telp.(0531)2441 Sampit

RSUD dr. Murdjani, Jl. HM. Arsyad Telp.(0531)21010 Sampit



Polres Kotim, Jl. Jend Sudirman Km.0 .(0531)21110 Sampit

Saturday, 28 June 2014

Percakapan Sehari-hari dengan Bahasa Dayak

Lihat Kamus Bahasa Dayak : Disini

Jika ingin menanyakan kabar, 
Apa kabar: narai kabar
       Narai: apa
       Kabar: kabar

Dijawab:
      "Bahalap ih."
Artinya:
bahalap: baik, bagus


Ka': singkatan dari Kakak, untuk orang yang dituakan namun sebaya.
Ding: singkatan dari Ading, untuk yang lebih muda. 
Ma': singkatan dari Mama, untuk paman atau om.
Na': singkatan dari Mina, untuk bibi atau tante.
Mbi': singkatan dari Tambi, untuk nenek.
Bue: untuk kakek.
Ken': singkatan dari Aken, untuk keponakan.
Wal: singkatan dari Kawal, untuk orang yang usianya sebaya dan akrab
  
Siapa namamu: eweh aram
      Eweh: siapa
      Aram: namamu  

Dari mana: bara kueh
  Bara: dari
     kueh: mana 

Berapa bersaudara : pire pahari
pire: berapa
pahari: saudara
kalambutan: sekandung

Silahkan: takan
takan: silahkan

Salaman, berjabat tangan: tabe
tabe: salaman, berjabat tangan, memberi salam

Selamat pagi: salamat hanjewu
Selamat siang: salamat bentuk andau
Selamat sore: salamat halemei
Selamat malam: salamat hamalem

Pagi: hanjewu
Siang: handau, bentuk andau
Sore: halemei
Malam: hamalem


Dingin: sadingen
Panas: balasut


Lapar: balau
Haus: teah belai


Makan: kuman
Minum: mihop

Air: danum
Nasi: bari
Beras: behas
Ikan: lauk
Babi: bawoi
Anjing: aso 
Ayam: manok
Telur: tanteluh
Bagian perut: kanai 
Masakan sayuran: juhu
Masakan ikan dengan bumbu kuning seperti pindang: tanak
Labu: bajawa
Daun: dawen
Daun pakis: kalakai


Tangan: lenge
Jari: tunjuk
Kaki: pai
Perut: kanai
Paha: sapak
Betis: buntis
Bahu: hunjun baha




Kurus: paringkong
Gemuk: baseput
*untuk hewan yang mengandung banyak lemak disebut menyak.


Pahias: rajin, mau
Kadian: pemalas, tumpul (untuk pisau dan benda tajam lainnya)
Purun: tega
Bukih: pelit
Tatau: kaya
Are duit: banyak uang
Laku: minta


Takut: mikeh
Ditakut-takuti: pikeh
Malu: mahamen
Merajuk/ngambek: manyalu
Marah: sangit
Sedih: pehe atei


Masuk: tame
Keluar: balua

Bertamu: maja
Mendatangi: mangguang
Mengantarkan: magah



Di Kalimantan Tengah, terutama rumpun Dayak Ngaju jika ingin menerangkan posisi sebuah tempat menggunakan patokan tepian sungai karena pada jaman dahulu, sungai adalah nadi kehidupan semua mahluk hidup.
Murik: bepergian ke daerah atas-hulu sungai
Masuh: bepergian ke daerah bawah-hilir sungai
Ngaju: daerah hulu sungai
Ngawa: daerah hilir sungai
Ngambu: daerah atas-menjauh dari tepian sungai
Ngiwa: daerah bawah-mendekat ke tepian sungai


Jalan: mananjung
Lari: hadari 
Tidur: tiroh
Berbaring: menter
Sakit: haban
Terluka: bahimang
Rasa sakit: pehe


Sembunyikan: nyahukan
Menyembunyikan: manyahukan


Satu (1): ije
Dua (2): due
Tiga (3): telu
Empat (4): epat
Lima (5): lime
Enam (6): jahawen
Tujuh (7): uju
Delapan (8): hanya
Sembilan (9): tien
Sepuluh (10): sapuluh
Seratus (100): saratus
Seribu (1000): sakuyan




Catatan: tolong kritik dan sarannya jika ada yang keliru. Terima kasih.


Silahkan masuk: palus wei
 palus: silahkan masuk
  wei: singkatan dari bewei, artinya saja

Saturday, 14 June 2014

(Dulu) Peristiwa Memicu Tragedi Sampit Dayak vs Madura

Peristiwa Memicu Tragedi Sampit Dayak vs Madura – Sebelum peristiwa berdarah meledak di Sampit, pertikaian antara suku Dayak dan suku Madura telah lama terjadi. Entah apa penyebab awalnya (Hanya Tuhan yang tau), yang jelas suku Dayak dapat hidup berdampingan dengan damai bersama suku lain tapi tidak suku Madura. Kenapa orang Dayak jadi beringas terhadap etnis Madura…??? Bahkan keturunan suku terdekat dari suku Dayak pun (Banjar), kaget melihat keberingasan mereka dalam Tragedi Sampit.



Menengok kembali peristiwa lama yang MUNGKIN termasuk pemicu terjadinya Tragedi sadis di Sampit (Berdasarkan info dr mbah gugel):

Tahun 1972 di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa. Terhadap kejadian itu diadakan penyelesaian dengan mengadakan perdamaian menurut hukum adat (Entah benar entah tidak pelakunya orang Madura)

Tahun 1982, terjadi pembunuhan oleh orang Madura atas seorang suku Dayak, pelakunya tidak tertangkap, pengusutan atau penyelesaian secara hukum tidak ada.

Tahun 1983, di Kecamatan Bukit Batu, Kasongan, seorang warga Kasongan etnis Dayak di bunuh. Perkelahian antara satu orang Dayak yang dikeroyok oleh tigapuluh orang madura. Terhadap pembunuhan warga Kasongan bernama Pulai yang beragama Kaharingan tersebut, oleh tokoh suku Dayak dan Madura diadakan perdamaian. Dilakukan peniwahan Pulai itu dibebankan kepada pelaku pembunuhan, yang kemudian diadakan perdamaian ditanda tangani oleh ke dua belah pihak, isinya antara lain menyatakan apabila orang Madura mengulangi perbuatan jahatnya, mereka siap untuk keluar dari Kalteng.

Tahun 1996, di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung bioskop Panala dan di bunuh dengan kejam dan sadis oleh orang Madura, ternyata hukumannya sangat ringan.

Tahun 1997, di Desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40 orang, dengan skor orang Madura mati semua. Orang Dayak tersebut diserang dan mempertahankan diri menggunakan ilmu bela diri, dimana penyerang berhasil dikalahkan semuanya. Dan tindakan hukum terhadap orang
Dayak adalah dihukum berat.

Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota Kecamatan Katingan Tengah, seorang anak laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku Madura tukang jualan sate. Si belia Dayak mati secara mengenaskan, tubuhnya terdapat lebih dari 30 tusukan. Anak muda itu tidak tahu menahu persoalannya, sedangkan para anak muda yang bertikai dengan si tukang sate telah lari kabur. Si korban Waldi hanya kebetulan lewat di tempat kejadian saja.

Tahun 1998, di Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok oleh empat orang Madura hingga meninggal, pelakunya belum dapat ditangkap karena melarikan diri, kasus inipun tidak ada penyelesaian secara hukum.

Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum) dibacok oleh orang Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya, namun besok harinya datang sekelompok suku Madura menuntut agar temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan. Ternyata pihak Polresta Palangka Raya membebaskannya tanpa tuntutan hukum.

Tahun 1999, di Palangka Raya, kembali terjadi seorang Dayak dikeroyok oleh beberapa orang suku Madura karena masalah sengketa tanah. Dua orang Dayak dalam perkelahian tidak seimbang itu mati semua. Sedangkan pembunuh lolos, malahan orang Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun karena dianggap membuat kesaksian fitnah terhadap pelaku pembunuhan yang melarikan diri itu.

Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura. Gara-gara suku Madura memaksa mengambil emas pada saat suku Dayak menambang emas. Perkelahian itu banyak menimbulkan korban pada kedua belah pihak, tanpa penyelesaian hukum.

Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri bernama Iba oleh tiga orang Madura. Pasangan itu luka berat. Dirawat di RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya. Biaya operasi dan perawatan ditanggung oleh Pemda Kalteng. Namun para pembacok tidak ditangkap, katanya? sudah pulang ke pulau Madura. Kronologis kejadian tiga orang Madura memasuki rumah keluarga Iba dengan dalih minta diberi minuman air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu Iba menuangkan air di gelas, mereka
membacoknya, saat istri Iba mau membela, juga di tikam. Tindakan itu dilakukan mereka menurut cerita mau membalas dendam, tapi salah alamat.

Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, satu keluarga Dayak mati dibantai oleh orang Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian hukum.

Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 satu orang suku Dayak di bunuh oleh pengeroyok suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka. Para pelaku lari, tanpa proses hukum.

Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi pembunuhan terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati dikeroyok oleh suku Madura, para pelaku kabur, tidak tertangkap, karena lagi-lagi katanya sudah lari ke Pulau Madura. Proses hukum tidak ada karena pihak berwenang tampaknya belum mampu menyelesaikannya (tidak tuntas).

Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga........--->(baca selengkapnya)

Thursday, 12 June 2014

Suku dayak Sampit








Kebudayaan Suku Dayak Sampit

     Suku Dayak Sampit, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama secara tepat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi manusia Dayak. 
Selanjut berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi:

Pertama, wujud kebudayan sebagai suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan. Wujud itu merupakan wujud hakiki dari kebudayaan atau yang sering disebut dengan adat, yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku manusia Dayak, tampak jelas di dalam pelbagai upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan siklus kehidupan, yakni kelahiran, perkawinan dan kematian, juga tampak dalam pelbagai upcara adat yang berkaitan siklus perladangan;

Kedua, wujud kebudayaan sebagai sejumlah perilaku yang berpola, atau lazim disebut sistem sosial. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang senantiasa merujuk pada pola-pola tertentu yang di dasarkan pada adat tata kelakuan yang mereka miliki, hal ini tampak dalam sistem kehidupan sosial orang Dayak yang sejak masa kecil sampai tua selalu dihadapkan pada aturan-aturan mengenai hal-hal mana yang harus dilakukan dan mana yang dilarang yang sifatnya tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi sebagai pedoman dalam bertingkah laku bagi masyarakat Dayak;Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain. 


1. Sejarah Singkat Kota Sampit

         Orang pertama yang membuka daerah kawasan Sampit pertama kali adalah orang yang bernama Sampit yang berasal dari Bati-Bati, Kalimantan Selatan sekitar awal tahun 1800-an. Sebagai bukti sejarah, makam “Datu” Sampit sendiri dapat ditemui di sekitar Basirih. “Datu” Sampit mempunyai dua orang anak yaitu Alm. “Datu” Djungkir dan “Datu” Usup Lamak. Makam keramat “Datu” Djungkir dapat ditemui di daerah pinggir sungai mentaya di Baamang Tengah, Sampit. Sedangkan makam “Datu” Usup Lamak berada di Basirih.

         Sedangkan kata Sampit menurut versi buku “Merajut Sampit dalam Persfektif Global” karya Drs. Wahyudi K. Anwar (Mantan Bupati Kotawaringin Timur) berasal dari bahasa China atau pun berbagai versi lainnya adalah salah besar. Buku tersebut menurut Drs H. Madjedi Filmansyah, MBA adalah membodohi orang Sampit akan kebenaran Sejarah Sampit yang sebenarnya atau bahasa Banjarnya buku Wahyudi tersebut “mambunguli urang banyak tentang sejarah Sampit”.

         Gubernur pertama yang ada di Kalimantan bernama Ir. Pangeran Muhammad Nur (1950) Yang kedua bernama Dr. Murjani (1953) Yang ketiga bernama RTA Milono (1956) Setelah masa jabatan RTA Milono, Kalimantan dimekarkan menjadi 3 propinsi, yaitu :
1. Kalimantan Barat dengan Gubernur RA. Afflus
2. Kalimantan Selatan dengan gubernur Sarkawi
3. Kalimantan Timur

    Kalimantan Tengah (Masih dalam persiapan) dengan gubernur RTA. Milono yang berkantor di Kalimantan Selatan. Tjilik Riwut menjadi bupati kotawaringin, yang kantornya berada di Kota Sampit. Untuk mewujudkan Palangkaraya sebagai propinsi terjadi gerakan yang dilaksanakan oleh :
1. Simbar
2. Embang

       Dan pada saat itu, Tjilik Riwut masih menjabat sebagai Bupati Kotawaringin di Sampit. Adapun Simbar, pada saat itu menjabat sebagai WEDANA, sedangkan Embang, sebagai anak buah dari Simbar. Semua ini adalah merupakan trik-trik politik yang dilakukan oleh seorang untuk mewujudkan ibukota Propinsi Kalimantan Tengah berada di Palangkaraya.
Tahun 1957, Tjilik Riwut menjadi Gubernur Palangkaraya. Kemudian 6 bulan setelah itu, Kodam Tambun Bungai didirikan di kota Sampit.
- Yang pertama kali menjabat sebagai Pangdam Tambun Bungai di kota Sampit, adalah Letkol Darmo Sugondo pada tahun 1957
- Yang kedua adalah Letkol Erman Harirustaman pada tahun 1959 - Yang ketiga adalah Kolonel Darsono pada tahun 1960.
- Yang keempat adalah Kolonel Sabirin Muhtar pada tahun 1962. Dan pada saat itu, hanya ada 1 buah mobil jeep di kota Sampit.
Soekarno Datang ke Kota Sampit pada tanggal 9, bulan 9, tahun 1959, jam 9. Dalam pidatonya di kota Sampit, Tjilik Riwut mengatakan bahwa kedatangan Bung Karno ke Kota Sampit adalah merupakan angka keramat. Kemudian, dalam sambutannya di kota Sampit, Bung Karno mengatakan “ Saya datang bukanlah sebagai seorang malaikat, akan tetapi saya datang sebagai seorang hamba ALLAH yang sama seperti kalian yang ada disekitar saya.” Soekarno sempat menikahi seorang perempuan yang berasal dari Sampit yang bernama Lori Ismail, di Palangkaraya. Setelah Bung Karno datang, pada bulan November, setelah terjadi Gajah Timpang. Arti Gajah Timpang tersebut adalah pemotongan uang seribu rupiah menjadi seratus rupiah. Kemudian pada tahun 1965, kembali terjadi, Gajah Lumpuh dari seribu rupiah menjadi satu rupiah.
Kabupaten Kotawaringin Timur adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sampit. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 16.496 km² dan berpenduduk kurang lebih sebanyak 373.842 jiwa pada tahun 2010. Bupati Kotawaringin Timur adalah Sopian Hadi.

Suku Dayak Sampit


      Kata dayak dalam bahasa lokal Kalimantan berarti orang yang tinggal di hulu sungai. Hal ini mengacu kepada tempat tinggal mereka yang berada di hulu sungai-sungai besar. Agak berbeda dengan kebudayaan Indonesia lainnya yang pada umumnya bermula di daerah pantai, masyarakat suku Dayak menjalani sebagian besar hidupnya di sekitar daerah aliran sungai pedalaman Kalimantan.

       Dalam pikiran orang awam, suku Dayak hanya ada satu jenis. Padahal sebenarnya mereka terbagi ke dalam banyak sub-sub suku. Menurut J.U. Lontaan, terdapat sekitar 405 sub suku Dayak yang memiliki kesamaan sosiologi kemasyarakatan namun berbeda dalam adat-istiadat, budaya dan bahasa yang digunakan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh terpencarnya masyarakat Dayak menjadi kelompok-kelompok kecil dengan pengaruh masuknya kebudayaan luar.
     
      Setiap sub suku Dayak memiliki budaya yang unik dan memberi ciri khusus pada komunitasnya. Misalnya tradisi memanjangkan telinga yang dilakukan oleh wanita suku Dayak Kenyah, Kayan dan Bahau. Lalu ada juga tradisi kayau atau perburuan kepala tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi musuh suku Dayak Kendayan.

     Itulah sekilas warna-warni sub suku Dayak yang menghuni pulau Borneo. Semoga dengan makin mengenal keragaman budaya bangsa makin memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Suku Dayak Sampit adalah subetnis Dayak Ngaju yang mendiami sepanjang tepian daerah aliran sungai Sampit/sungai Mentaya di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Suku Sampit merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 9,57% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Sampit tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus 1930.
Suku Dayak Ngaju (Biaju) adalah suku asli di Kalimantan Tengah. Suku Ngaju merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 18,02% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Ngaju tergabung ke dalam suku Dayak dalam sensus 1930.

Kebudayaan Dayak Sampit

a. Bahasa Sampit
         Bahasa Sampit adalah sebuah bahasa Melayu Dayak/Malayic Dayak (Austroanesi) yang dituturkan di kecamatan Baamang, Seranau dan Mentawa Baru, Kabupaten Kotawaringin Timur, provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Bahasa Sampit salah satu dari 9 bahasa dominan yang terdapat di Kalimantan Tengah.
Bahasa Sampit adalah sebuah bahasa yang wilayah pemakaiannya meliputi kecamatan Baamang, Mentawa Baru dan Seranau di kabupaten Kotawaringin Timur yaitu salah satu kabupaten di propinsi Kalimantan Tengah. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan dua kabupaten baru dari hasil pemekaran wilayah pada tahun 2002 yaitu kabupaten Katingan dan kabupaten Seruyan.

       Daerah Sampit terletak di sepanjang tepi sungai Mentaya, dalam bahasa Ot Danum sungai Mentaya ini disebut “batang danum kupang bulau” (‘sungai tempat emas’). Nama yang populer di kalangan masyarakat ini menarik karena kehidupan masyarakat Sampit dahulu tidak terpisahkan dari sungai. Daerah hunian masyarakat yang terletak berseberangan di sepanjang aliran sungai ini memungkinkan penduduknya bermata pencaharian utama sebagai peladang, pemilik kebun karet, dan pencari rotan di hutan. Kotawaringin Timur sebagai sebuah kabupaten luas wilayahnya 17.000 Kilometer persegi. Setelah pemekaran wilayah penduduknya mencapai 284.043 jiwa. Kabupaten ini terdiri dari 10 kecamatan, yang ibukotanya adalah Sampit yang terletak di Mentawa Baru. Selain di kota Sampit, bahasa Sampit juga dipakai di Baamang wilayah kecamatan Baamang dan Mentaya Seberang wilayah Kecamatan Seranau.

    Pada mulanya penduduk asli penutur bahasa Sampit bermukim di kampung-kampung yang saling berjauhan letaknya tersebar di daerah aliran sungai. Mobilitas penduduknya terhambat akibat kondisi geografis yang terisolasi. Lagi pula kampung-kampung itu kebanyakan terpencil oleh hutan rimba, rawa-rawa, bukit dan sungai mempersulit kontak antar kelompok. Keadaan seperti itu menyebabkan penutur bahasa yang sama setelah terpisah dalam kelompok-kelompok lama kelamaan menjadi kendala saling paham semakin berkurang.

      Dengan demikian, karena kondisi geografis di sekitarnya, bahasa Sampit yang semula mempunyai tingkat saling paham yang tinggi dengan bahasa Tamuan dan Mentaya 2 lama kelamaan terpisah sebagai bahasa yang berbeda. Sedangkan, wilayah pakai bahasa Sampit di Sampit, Baamang dan Mentaya Seberang masih memiliki tingkat pemahaman yang tinggi. Sampit mulai muncul sebagai isu nasional ketika terjadi konflik antar etnik pada awal tahun 2001. Kemudian peristiwa itu memicu bangkitnya semangat etnosentris etnik Dayak yang mempererat hubungan etnik Sampit dan dayak Ngaju karena penghormatan kepada tradisi leluhur yang sama. Hubungan budaya itu secara kronologis berkembang dalam perjalanan waktu karena hubungan yang ada sekarang merupakan kelanjutan dari masa lampau. Mitologi mereka menuturkan adanya hubungan etnis Sampit dan Dayak Ngaju karena tradisi leluhur yang dipelihara dan melalui bahasa ritual yang dimanfaatkan menjalin hubungan dengan para leluhur mereka merupakan bukti kebersamaan Sampit dan Dayak Ngaju.
Budaya Sampit yang peduli terhadap tradisi itu memperlihatkan bukti adanya pertalian antar bahasa dan budaya Sampit sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bukti kebersamaan etnik Sampit dan Dayak Ngaju lainnya juga dapat dilihat dari adanya bangunan peninggalan berupa Sandung di wilayah Sampit dan Mentaya seberang. Sandung, merupakan bangunan tinggi berukuran kecil terbuat dari kayu besi yang dihiasi ukiran-ukiran indah dan ditempatkan di pekarangan rumah, tempat untuk menyimpan abu tulang belulang nenek moyang atau kerabat yang telah meninggal. Di sekitar sandung berdiri pula tiang-tiang peringatan (sapundu) penyembelihan hewan korban yang didirikan setelah upacara tiwah. Tiwah adalah upacara pembakaran tulang dari orang yang telah meninggal, merupakan upacara yang terpenting dalam ritus kematian masyarakat Dayak ngaju. Hal ini menunjukkan bahwa budaya Sampit juga mengenal adanya upacara tiwah dalam rangkaian ritual adat kematian. Masih terdapat silang pendapat tentang status bahasa Sampit di kalangan para sarjana. Pendapat yang dikemukakan oleh Hudson (1967) secara tersurat mengenai status bahasa Sampit menarik perhatian karena ia memasukan bahasa Sampit ke dalam subkelompok Melayu. Pendapat ini tidak didukung oleh sejumlah fakta yang dikemukakan oleh sarjana lain yang berpendapat bahwa bahasa Sampit lebih dekat hubungannya dengan bahasa Dayak Ngaju.

b. Agama dan Keyakinan

    Etnis Dayak sebagai salah satu etnis di Indonesia, merupakan etnis terbesar yang menghuni pulau Kalimantan. Etnis ini tersebar merata mulai dari Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Timur. Etnis Dayak umumnya tinggal di daerah aliran sungai dan daerah pantai. Hal ini dapat diketahui dengan tumbuhnya kota-kota ditepi sungai besar, seperti Pontianak yang berada di muara sungai Kapuas, Palangkaraya yang berada di tepi laut Jawa, Banjarmasin yang berada di aliran sungai Barito, Balikpapan dan Samarinda yang berada di tepi selat Makassar. 

     Menurut kepercayaan Dayak, asal–usul nenek moyang suku Dayak diturunkan dari langit yang ketujuh ke dunia dengan menggunakan Palangka Bulau (tandu suci yang terbuat dari emas). Mereka diturunkan dari langit ke dunia di empat tempat yaitu: di Tantan Puruk Pamatuan di hulu Sungai Kahayan dan Barito, di Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting (Bukit Kaminting), di Datah Takasiang, hulu sungai Rakaui (Sungai Malahui Kalimantan Barat), dan di Puruk Kambang Tanah Siang (hulu Barito). Dari tempat–tempat tersebut kemudian tumbuh dan berkembang dalam tujuh suku besar yaitu: Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayan, Dayak Iban dan Hebab, Dayak Klemantan atau Dayak Darat, Dayak Murut, Dayak Punan dan Dayak Ot Danum.
Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Dayak pada awalnya adalah Hindu Kaharingan yang berarti “air kehidupan” (Koentjaraningrat, 1990). Agama Islam mulai berkembang sejak abad ke-XV ketika kerajaan Hindu Mulawarman mengalami kemunduran. Agama Islam di Kalimantan berkembang dengan pesat terutama di daerah pesisir selatan mulai dari Balikpapan di Kalimantan Timur, Banjarmasin di Kalimantan Selatan hingga Palangkaraya di Kalimantan Tengah. Penyebaran Islam ini melalui interaksi dan pernikahan antara etnis Dayak dengan etnis pendatang yang beragama Islam seperti Madura, Jawa, Arab dan Melayu. Adanya interaksi dan perkawinan campuran tersebut banyak mendorong etnis Dayak untuk masuk Islam, sedangkan etnis Dayak yang tidak mau memeluk agama Islam umumnya menyingkir ke pedalaman dan mempertahankan adat istiadat. Sehingga terjadilah pameo, etnis Dayak yang beragama Islam umumnya tinggal di pesisir pantai dan orang Dayak non Islam mengungsi di pedalaman.

      Suku Dayak terbagi dalam Dayak Muslim dan Non Muslim. Yang termasuk Dayak Muslim adalah Suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak Bukit, Suku Dayak Sampit, Suku Dayak Paser, Suku Dayak Tidung, Suku Dayak Melanau, Suku Dayak Kedayan, Suku Dayak Embaloh, Suku Dayak Sintang, Suku Dayak Sango dan Suku Dayak Ngabang. Sedangkan suku Dayak Non Muslim jumlahnya lebih banyak lagi. Yaitu Suku Dayak Abal, Suku Dayak Abai, Suku Dayak Banyadu, Suku Dayak Bakati, Suku Dayak Bentian, Suku Dayak Benuaq, Suku Dayak Bidayuh, Suku Dayak Darat, Suku Dayak Dusun, Suku Dayak Dusun Deyah, Suku Dayak Dusun Malang, Suku Dayak Kenyah, Suku Dayak Lawangan, Suku Dayak Maanyan, Suku Dayak Mali, Suku Dayak Mayau, Suku Dayak Meratus, Suku Dayak Mualang, Suku Dayak Ngaju, Suku Dayak Ot Danum, Suku Dayak Samihim dan lain-lain yang diperkirakan jumlahnya mencapai tiga ratus sub suku.

c. Aktifitas dan Hasil Kesenian

- Suling Balawung


      Suling balawung merupakan pembuktian bahwa apresiasi kedudukan wanita dalam masyarakat dayak bukan lah hanya isapan jempol semata ini di butikan dengan penghargaan tertinggi terhadap peran kaum wanita dayak turut di berikan dalam aspek apresiasi bermusik yang menciptakan suling balawung sebagai bentuk suling khusus bagi perempuan dayak.

- Karungut

      Menurut kepercayaan suku dayak di kalimantan tengah , pada jaman dahulu manusia di turunkan dari langit bersamaan palangka bulau ( tetek tatum ). pada waktu berada di bumi paangka bulau adalah alat untuk menurunkan manusia dari langit ke bumi oleh ranying hatalla langit atau dewa para petinggi suku dayak . maka , dari itulah mulai adanya alunan suara atau tembang-tembang. maka sejak itulah karungut muncul.bahasa yang digunakan dalam karungut adalah bahasa sangiang atau sejenis bahasa dayak ngaju. yang sangat tinggi sastra nya di gunakan dalam upacara adat dan berkomunikasi dengan roh halus.

- Tari Dayak Sampit

     Tarian bausik rasa merupakan garapan baru yang diolah secara kontemporer tanpa meninggalkan akar budaya dayak pedalaman sampit. Yang bermakna memadu kasih. mengisahkan serangkaian perjalanan muda mudi dayak sampit dari awal pertemuan, masa pacaran hingga perkawinan..dengan kekuatan cinta yang mengakar , menjadikan cinta mereka abadi sampai maut memisahkan.

!!!Semoga bermanfaat!!!

Sunday, 8 June 2014

"Semua Pangkalima"

“Semua merasa pangkalima”, “Semua merasa hebat”, dan tidak mau diungguli oleh orang lain, adalah pola pikir dan mentalitas yang merasuk dalam diri orang Dayak hingga hari ini. Kelanjutan dari pola pikir dan mentalitas ini berwujud pada tindakan “ hakayau kulae” (saling potong kepala –ungkapan ini tentu saja sekarang bersifat metafora), kebiasaan tidak rela melihat orang sesaudara, yang bukan dirinya, maju, lebih unggul, lebih dari dirinya sendiri, termasuk kecenderungan sulit diorganisasi serta bertindak semaunya sendiri. Apabila ia melihat ada orang Dayak lain yang lebih dari dirinya, dengan segala cara ia menghalangi dan menjatuhkanya. Pola pikir dan mentalitas begini, secara terpusat diungkapkan oleh cerita rakyat Dayak Ngaju: Kisah “Maharaja dan Tamanggung Berperahu ke Sebuah Kampung” (Pernah disiarkan oleh Harian ini). Ternyata perahu keduanya bocor. Keduanya saling perintah untuk menimba. Karena keduanya merasa diri berkedudukan tinggi, satu maharaja dan yang lain lagi tamanggung, tidak seorangpun di antara mereka yang mau menimba air yang deras mengalir mengisi perahus sehingga akhirnya perahu mereka pun karam.


Contoh lain adalah acara “béséi kambé” yang diperlombakan dalam Festival Seni-Budaya Isen Mulang tingkat provinsi. Acara ini memperlihatkan dua orang berdayung, adu kuat, ke arah berlawanan.

Pendapat umum atau common sense yang bukan good sense mencoba menerangkan pola pikir dan mentalitas “semua pangkalima” yang dilukiskan secara tipik oleh dua contoh di atas, disebabkan karena masyarakat Dayak tidak mengenal raja, belum sampai pada tingkat feodalisme. Artinya. perkembangan masyarakat Dayak baru pada taraf komunal yang egalitaris. Masyarakat perbudakan juga tidak berkembang karena terpotong oleh kedatangan kolonialisme Belanda.

 
Sistem masyarakat feodal mempunyai cara produksi yang bersandar pada penguasaan tanah oleh raja. Alat-alat produksi semuanya milik raja. Rakyat tidak lebih dari pekerja-pekerja yang dimiliki juga oleh tuan feodal yaitu sang raja. Raja dipandang sebagai wakil Tuhan di bumi.Segala kekuasaan ada di tangan raja. Dengan kekuasaan demikian, raja mempersatukan seluruhnya warga masyarakat yang memiliki ketundukan mutlak.

Sedangkan masyarakat Dayak dengan tingkat komunal egalitaris relatif ketika Belanda datang, yang tadinya dalam hubungan dengan luar menggunakan sistem in natura alias barter, meloncat masuk, ke ekonomi uang. Autarki bergeser ke sistem ekonomi uang atau kapitalistik. Dalam lompatan ini, individu-individu seperti halnya pada periode bétang tetap memiliki alat-alat produksi untuk memenuhi hajat keperluan mereka sehari-hari. Dengan pemilikan alat-alat produksi individual begini, maka kolektivitas tidak kuat. Cara berproduksi dengan pemilikan alat-alat produaksi individual beginilah barangkali yang menjadi dasar pola pikir dan mentalitas “semua pangkalima”. Kebersamaan muncul pada saat eksistensi individu-individu terancam oleh serangan fisik dari luar. Benih individualistik ini tentu saja menguntungkan kolonialisme maka ia dipelihara dan dikembangkan. Dengan dasar ekonomi individualistik demikian, persatuan dan solidaritas di kalangan masyarakat Dayak jadi lemah.

Ketika HPH, kelapa sawit dan tambang skala besar masuk, ditambah dengan politik demografis melalui transmigrasi yang dilaksanakan oleh Orde Pembangunan. orang Dayak mulai kehilangan alat produksi utama yaitu tanah dan hutan. Keterpurukan pun menjadi-jadi sampai sekarang. Hedonisme sebagai nilai dominan menyuburkan pertumbuhan individualisme, dalam bentuk KKN, penyalahgunaan kekuasaan, pembentukan dinasti, kemerosotan nilai, kehilangan diri dan orientasi, dan berbagai borok pikir dan mental.

Tanggal 21 Desember 2013 lalu, tongkang yang mengangkut biji besi telah menabrak jembatan Bajarum di Sungai Mentaya, sehingga mengalami kerusakan berat. Setelah melihat sendiri keadaan jembatan tersebut, Gubernur Kalimantan Tengah, A. Teras Narang, SH lalu mengeluarkan instruksi melarang tongkang melintasi bawah jembatan dan melarang kendaraan melalui atas jembatan tersebut. Tapi Jhon Krisli, Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) justru telah melanggar instruksi ini dengan meloloskan duabelas mobil melintasi jembatan rusak tersebut. Ketika keesokannnya, media massa cetak Kalteng mengangkat persoalan pelanggaran atas instruksi Gubernur Kalteng ini, Jhon Krisli naik pitam sehingga mengeluarkan kata-kata yang memperlihatkan bahwa ia orang berkuasa.

Saya melihat sikap dan kata-kata Jhon Krisli dalam soal pelanggaran atas instruksi Gubernur Kalteng ini, akar budayanya, entah disadari atau tidak disadari, tidak lain dari pola pikir dan mentalitas “semua pangkalima” di atas. “Pangkalima” yang merasa diri berkuasa dan dengan kekuasaan di tangan, memandang kekuasaan itu identik dengan kebenaran. Sarinya yang berkuasa tidak bisa berbuat salah(man in power can’t do no wrong), walaupun akibat perbuatannya menyengsarakan masyarakat luas. Pola pikir dan mentalitas inipun tercermin pada saran seorang petinggi Kotim yang menyerukan agar kasus Jhon Krisli jangan diperpolitisirkan. Seruan atau pendapat ini hakekatnya tidak lain dari meredam kritik dari bawah. Senada dengan anjuran yang sering kita dengar agar polemik dihentikan. Saya tidak mengatakan bahwa negeri dan Kalteng memerlukan tiran untuk berdaya dan membangun. Sejauh ini pola pikir dan mentalitas “semua pangkalima” yang masih berlangsung hingga hari ini, memperlihatkan banyak efek negatifnya, menimbulkan chaos (ketiadaan sinerjitas dalam suatu organisasi), lemahnya persatuan, dan kepongahan kekuasaan serta pelanggaran atas hak-hak dasar manusia. Akan lumayan, sekiranya “pangkalima” itu memang pangkalima berkapasitas pangkalima. Pola pikir dan mentalitas“semua pangkalima” cenderung mengejawantahkan diri untuk bertindak semaunya sendiri. Sakarepe déwé, orang Jawa bilang. Yang diperlukan dan yang kita cari adalah politisi-negarawan. Apakah bertindaksakarepe déwé yang merasa diri pangkalima, pola pikir dan mentalitas politisi-negarawankah? Jika tidak, maka menegakkan pola pikir dan mentalitas yang memenuhi standar HAM merupakan suatu keniscayaan. Pola pikir dan mentalitas “semua pangkalima” dan “hakayau kulae” yang bukan kompetisi sehat adalah jalan keterpurukan lebih

Friday, 23 May 2014

mw hdup enak....khusus x mahasiswa ikuti dechh petunjukk saya.......nihh cara x..............
copas : http://goo.gl/hSPKKi dan ikuti prosedur x..........terbukti dechhh..................


klik : http://goo.gl/hSPKKi